PALANGKA RAYA – Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2024 menuai sejumlah catatan kritis dari DPRD Kalteng.
Salah satunya juru bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kalteng, Siti Nafsiah, menyoroti defisit anggaran sebesar Rp796,24 miliar dan masih dominannya ketergantungan terhadap transfer dana dari pemerintah pusat.
mengungkapkan bahwa realisasi pendapatan daerah belum optimal, sebagian besar disebabkan oleh tidak tercapainya beberapa target penerimaan.
“Kurang salur dari pemerintah pusat mencapai lebih dari Rp1,18 triliun. Ini menggambarkan betapa kuatnya ketergantungan struktur APBD kita terhadap dana transfer dari pusat, yang tentu sangat dipengaruhi oleh dinamika kebijakan nasional,” jelasnya.
Meskipun Pemerintah Provinsi Kalteng berhasil kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ke-11 kalinya, Siti menegaskan bahwa opini tersebut tidak serta-merta menggambarkan kualitas kinerja anggaran secara menyeluruh. Ia menambahkan bahwa masih terdapat rekomendasi dari BPK yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti dan harus menjadi fokus perhatian ke depan.
Banggar juga menilai bahwa terdapat ketimpangan antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Menurutnya, sejumlah program yang tercantum dalam APBD tidak memiliki hubungan langsung dengan agenda prioritas pembangunan daerah.
“Kita melihat adanya ketidaksinkronan antara dokumen RKPD, KUA-PPAS, dan APBD. Hal ini menandakan bahwa proses perencanaan masih bersifat administratif, bukan substantif. Sudah saatnya dilakukan reviu menyeluruh,” jelasnya.
Di sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD), Banggar mendesak agar Pemprov segera membentuk tim optimalisasi yang terkoordinasi dan responsif. Potensi penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, hingga pajak atas alat berat dinilai belum digarap secara maksimal.
“Kami mendesak agar segera diterapkan sistem digitalisasi serta alat pelacak bahan bakar untuk mencegah potensi kebocoran penerimaan,” ujar Siti.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan perlunya evaluasi terhadap penyaluran hibah dan bantuan sosial yang dinilai belum sepenuhnya tepat sasaran. Ia mencontohkan program Tabungan Beasiswa (TABE) yang belum benar-benar menjawab kebutuhan para pelajar secara komprehensif.
“Program harus disusun berdasarkan data riil dan kebutuhan konkret masyarakat. Jangan hanya bersifat populis tanpa dampak yang nyata,” tegasnya.
Walaupun banyak hal yang dikritisi, seluruh fraksi di DPRD Kalteng tetap menyetujui Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
“Persetujuan ini harus dijadikan momentum oleh Pemprov dan DPRD untuk bersama-sama menyusun APBD yang lebih realistis, terukur, dan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat di masa yang akan datang,” pungkas Siti Nafsiah. (ran)
![]()










































